Sabtu, 06 Agustus 2011

Ide, di manakah kamu berada

Sudah sepuluh menit aku duduk di depan si lapie di dalam kamarku. Tapi belum ada satu paragrafpun yang tercipta. Sejak tadi, belum juga ada ide yang melintas di kepalaku walaupun aku sudah mencoba untuk berfikir, berhayal, berimajinasi sebisaku.

Tapi semua terasa buntu. Tidak ada ide, tidak ada tema, tidak ada gambaran sedikitpun tentang apa yang harus aku tulis di sini. Padahal dalam otakku ini, aku sudah berangan angan untuk menjadi penulis besar yang bisa menghasilkan karya fenomenal sekelas Gibran, atau setidaknya sebuah seri novel spektakuler sekelas Harry Potter-nya JK Rowling. Aku ingin itu. Setidak tidaknya, aku bisa menyamai Mira W atau Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya. Tapi mulai dari mana? Dari huruf apa? Aku tetap termangu.

Aku membayangkan otak seroang penulis sejati seperti O Solihin atau keluarga Asma Nadia. O Solihin sudah menelurkan berbagai macam tulisan dan buku buku yang mengispirasi banyak orang. Seperti Asma Nadia yang hanya perlu menulis sebuah cerita pendek berjudul Emak Ingin Naik haji saja sudah laku untuk di jadikan film layar lebar. Aku berfikir bagaimana otak mereka berkerja. Mungkin, di setiap sudut otak mereka ide bertebaran. Ide ide besembunyi di sana, tidur di sana, bahkan setiap saat menari dan bernyanyi di setiap relung otaknya. Sehingga setiap saat sang pemilik otak itu memerlukan ide untuk tulisan mereka, ide itu sendiri yang menawarkan diri untuk diwujudkan kedalam tulisan tulisan indah mereka.

Lalu aku bagiamana ya…..

Bagaimana memulai cerita dengan baik? dengan kata apa? Dengan pembukaan apa? Heh…., tidak ada sama sekali gambaran tentang itu.

“ Tulisan itu bebas, dia bebas sebebas bebasnya.” Kata seorang penulis kenamaan dalam bukunya tentang kiat menulis yang baik. Tapi mungkin itulah yang jadi masalah bagi aku. Ide dalam otakku ini, tulisan tulisanku ini juga tulisan bebas. Sebebas burung di angkasa, sehingga saking begitu bebasnya, semua itu beterbangan di angkasa tanpa bisa aku tangkap lagi….. TT

Tapi menyerah bukan tipeku. Aku tidak akan pernah menyerah untuk menulis, aku akan terus berusaha sampai aku bisa mewujudkan apa yang aku inginkan.

“ Bagus!” kata penulis handal itu, masih dalam bukunya yang sama. “Seorang penulis itu pantang menyerah, dia itu akan menulis, sampai kapanpun, sampai sebuah tulisan yang dia garap selesai dan bisa di baca sebagai satu kesatuan yang utuh. Tak perlu bagus, tak perlu panjang lebar untuk pemula. Hanya tulis saja apa yang ingin kamu tuliskan”

Bagus juga kata kata ini, cukup membantu aku untuk lebih bersemangat untuk menulis. Tapi menulis tanpa ide, apa jadinya? Menulis tanpa tahu apa yang harus di tulis bagaimana bisa untuk menulis? Aku menggeram geram sendrian.

“ Beralihlah dari tempat di mana kamu berada ketika kebuntuan menyerang otakmu. Sebenarnya pada saat itu, otakmu itu butuh ruang untuk menenangkan diri.” Tertulis begitu juga di buku itu selanjutnya. Nah ini ide yang cemerlang. Sepertinya memang aku harus keluar dari kamarku dulu, mungkin di luar kamar nanti, aku bisa menemukan ide-ide itu. Mungkin si ide sedang ingin bermain petak umpet denganku. Hmmmm…., harus aku temukan dia.

Aku melangkah keluar kamar. Ada adikku sedang nonton tv bersama ayah. Tapi tidak aku dapatkan si ide sedang duduk bersama ayah dan adikku nonton tv bersama. Aku mendensah, meneruskan perjalananku ke …., hmmmm, kemana enaknya? Kedapur saja. Mungkin dengan mengisi sedikit perutku ini, ide akan menghampiri otakku.

Kubuka kulkas, kulihat isinya, tapi tidak ada seonggok ide yang sedang nongkrong di sana. Tidak ada, ide tidak ada disana. Mungkin di dalam sana terlalu dingin buat si ide nongkrong. Kuraih sebotol minuman ringan, kuamati, munkin saja ide sendang berenang renang di dalam minuman di dalamnya. Kalau memang ada, akan aku tegak sampai habis biar si ide ikut ke dalam perutku. Tapi ide tidak ada disana. Ide tidak suka berenang di dalam minuman dingin juga rupanya.

Di rumah penulis, mungkin ide itu berada di mana saja. Di dalam kulkas, di lemari baju, di meja makan, di kebun belakang, di ruang tamu, bahkan mungkin di dalam kotak P3K. Begitu sang penulis membutuhkan ide, dia tinggal comot saja. Tinggal ambil ide mana yang dia inginkan untuk dia tuangkan di dalam tulisannya. Tapi mengapa ide tidak mau berdiam di rumahku ini? Aku mendesah.

Aku melangkah ke meja makan, dan si ide tidak sedang makan malam di sana. Rupanya di ide tidak sedang lapar malam ini. Aku buka tudung makanan, hanya ada tempe dan tahu yang tersenyum padaku. “ Kalian tahu di mana ide bersembunyi?” tanyaku pada mereka. Tapi mereka tidak bergeming. Mereka diam. Bahkan tadi yang kusangka mereka sedang tersenyum, sekarang tidak lagi, aku baru menyadari, kalau mungkin otakkulah yang mulai gila. Heh….

Malam semakin larut saja, aku semakin lelah rasanya. Sebelum aku masuk kekamar lagi dan berhadapan dengan si lapie yang menuntutku untuk mengetikkan sesuatu diatas lembaran MS Word yang terbuka dengan kursornya yang terus berkedip kedip, aku ingn duduk duduk dulu saja di sini. Membuka buka majalah lama mungkin bisa jadi jalan bagiku untuk menemukan di mana ide itu berada. Atau mungkin si ide sudah memasang iklan di salah satu halamannya, untuk mengabarkan di mana dia berada.

***

Tok tok tok…..
Ada ketukan di pintu depan.

“ ada tamu sepertinya, coba lihat siapa yang datang.” Kata ayah padaku.

Aku bangkit dari tempat dudukku menuju ruang depan. Begitu pintu di buka, nampak seorang dengan pakaian yang rapi berdiri di depan pintu. Aneh, kenapa ada tamu dengan pakaian kantor hampir tengah malam seperti ini?

“ permisi” katanya.

“ ya,” jawabku. “ ada yang bisa saya bantu?”

“ apa benar ini rumah bapak Author?” aku sedikit kaget. Itu namaku. Ada apa orang ini mencariku hampir tengah malam begini.

“ ya benar, ada apa ya….” Tanyaku penasaran.

“ pak Author ada dirumah malam ini?” tanyanya lembut.

“ ya, saya sendiri” jawabku setengah mengambang.

“ wah kebetulan sekali. Perkenalkan, nama saya ide” aku tersentak. Tak percaya dengan apa yang dia ucapkan. Salahkah apa yang aku dengar barusan?

“ maaf, siapa …?” tanyaku untuk menghilangkan keraguan.

“ saya ide pak, bukankah bapak sedang mencari saya akhir akhir ini?” aku mengangguk hampir tak percaya dengan apa yang sedang terjadi di depanku. Benarkah ini wujud dari si ide itu?

“ be,,….. benar….” Jawabku tergagap.

“ tenang pak, saya datang ke sini hanya mau menyerahkan cetakan pertama dari karya pertama bapak…….” Bla bla bla…..Si ide itu kemudian berbicara lebih panjang lagi. Tapi aku tidak mendengar apa yang sedang dia jelaskan. Aku lebih direpotkan untuk mencari pengertian dari apa yang sebenarnya terjadi. Apa ini nyata? Apa memang ada ide yang berwujud seperti ini? Apa ide bisa hadir dalam bentuk seorang manusia? Aku menggeleng geleng mengusir pusing yang tiba tiba menyergap keningku.

Si ide menyerahkan sebuah buku ber-cover hitam kearahku. Di halaman sampulnya, tertulis sebuah judul yang di cetak dengan warna emas diatas latar hitam. Benar benar sebuah desain yang mengagumkan. Dan yang lebih mencengangkan lagi, tertulis jelas di sana namaku sebagai pengarangnya.

“ ini adalah buku pertama bapak yang tadi saya ceritakan. File aslinya pasti masih ada di laptop bapak bukan?”

File asli? Laptop?

Aku langsung berlari kekamar. Memeriksa lapieku yang masih terbuka dengan kursor yang berkedip kedip. Tapi halamannya sekarang tidak lagi kosong, tapi penuh dengan deretan kata kata membantuk sebuah cerita. Ini tulisanku? Ini buku pertamaku? Wah….., betapa mengagumkannya!

Aku segera kembali keruang tamu. Tadi aku tinggalkan si ide di sana. Tapi, kemana dia? Kenapa pergi tanpa berpamitan padaku? Bukankah pembicaraan kami belum selesai?

Aku segera berlari ke dalamkamarku lagi. Aku ingin segera membaca apa yang sudah aku tulis di lapie-ku. Benarkah itu benar benar tulisanku?

Tapi alangkah terkejutnya aku ketika aku dapati adikku sendang nongkrong di depan lapieku. Tangannya menekan nekan keyboard lapieku. Astaga……!!! Aku menjerit menyadari apa yang sudah terjadi. Adikku sudah menambahkan huruf huruf secara acak di antara tulisan tulisan yang sudah aku buat. Dia rupanya sudah menekan tombol delete berkali kali, menekan backspace berkali kali juga. Yang ada sekarang, tulisan itu sudah tidak dapat di baca secara utuh lagi.

Aku mengeram marah sekali. Tulisan pertamaku yang berharga ini sudah di rusak oleh anak kecil tidak tahu malu ini. Aku berusaha meraih adikku, anak kecil ini perlu di beri pelajaran…!!!!

Sebuah guncangan mengguncang bahuku keras keras membuat aku membuka mataku dan bangun dari tidurku. Ah…., rupanya aku sudah tertidur waktu membaca majalah tadi.

“ mimpi apa kamu?” tanya ayahku. Beliau memegang bahuku erat erat. Butuh waktu beberapa menit untukku untuk mengumpulkan kesadaranku lagi. Dengan desahan kecil aku berusaha duduk di kursi dengan posisi yang benar.

Mimpi rupanya. Cukup mengagetkan dan sekaligus mengecewakan sewaktu aku sadari kalau halaman MS Word di lapieku masih putih bersih…..

Ide, di manakah kamu berada….