Minggu, 11 November 2012

Marlin Konyol


Hari ini untuk pertama kalinya Marlin datang ke sekolah dengan seragam barunya. Seragam lama yang sudah tiga tahun tidak pernah di ganti, sekarang sudah resmi menjadi penghuni tetap lemari bajunya yang sudah tua itu, menunggu kesempatan untuk bisa dilihkan hak kepemilikannya kepada yang lebih membutuhkan. Yah, karena begitulah, Marlin adalah anak yang memang rajin, suka menabung, suka berbagi dan tidak sombong (kalau yang ini sih, versi Marlin sendiri tentang dirinya sendiri, entah bagaimana versi mak terhadap anaknya yang satu ini).

Marlin sekarang bukan anak sekolah berseragam putih-biru lagi. Hari ini seragam sekolahnya sudah berganti dengan seragam putih-abu-abu. Sekolahnya juga sudah ganti, bukan lagi dijalan dekat balai RW itu, tapi sekarang sekolahnya jauh di pusat kota sana. Wah, gaya ya si Marlin sekarang. Tiap hari dia harus naik bus ke sekolahnya. Pak Ajang sopir becak langganannya kemarin sudah di-PHK dengan cara seksama yang mengharu biru, berlinang air mata dan kata-kata perpisahan yang pahit #lebay.

Bus yang ditumpangi Marlin berhenti tepat di halte depan sekolahnya yang baru. Dada Marlin berdebar-debar. Sejauh mata memandang, tidak ada satupun siswa yang dia kenal di sekolah ini. Setidaknya, masih belum ada. Marlin berjalan mengendap-endap sambil tolah toleh ke kanan dan kekiri masuk ke dalam sekolah. Mengamati hampir setiap wajah yang dia temui pagi itu. Kabarnya, sekolah ini adalah sekolah favorit yang isinya anak anak orang kaya semua. Kabarnya juga, cowok-cowok di sekolah ini ganteng-ganteng. Tapi kok, Marlin dari tadi tidak melihat seorang cowokpun melintas di depannya ya? Marlin mulai bingung dan ragu-ragu. Ini yang salah memang keadaan di depannya atau…. Marlin sejenak menghentikan langkahnya, membuka kaca mata minusnya, lalu mengucek-ngucek matanya. Ketika matanya perlahan lahan di buka, Marlin hampir pinsan rasanya. Jantungnya seakan berhenti berdegup.

“Selamat pagi ….” Sapaan itu tepat terlontar di depan hidungnya. Marlin hanya bisa menganngguk kaku, dengan mata yang membengkak dan mulut yang berbetuk huruf ‘O’ sempurna. Dalam keremangan mata minusnya, mata Marlin menangkap seraut wajah yang nonjok di hatinya. Cowok di depannya itu, yang baru saja menyapanya dengan lembut, aduhai, ganteng banget sepertinya. Perlahan lahan Marlin memasang kaca matanya lagi. Lalu, setelah keremangan itu berakhir dan terbitlah kejelasan, mendadak Marlin merasa oleng, dunia berputar-putar, dan terakhir dia pingsan dengan suksesnya.

***

Marlin mengejap-gejapkan matanya. Cahaya putih dari lampu diatasnya membuat mata Marlin silau. Marlin berusaha bangkit dari tidurnya, mencari cari kaca matanya sambil mengamati keadaan sekelilingnya. Kalau menurut pengamatan Marlin. Ruang ini mungkin saja ruang UKS.

Seorang cowok datang menghampiri Marlin yang sedang duduk kebingungan di tepi ranjang. Cowok itu, bukankah itu cowok yang tadi menyapanya dengan suara lembut? Sekarang Marlin bisa memperhatikan sosoknya dengan lebih jelas. Cowok di depannya itu ganteng sekali. Wajahnya, kulitnya, oh, Marlin bergidik. Baru kali ini rasanya dia melihat cowok ganteng jelas di depan matanya. Biasanya dia hanya bisa melihat cowok ganteng dari siaran tv saja. Cowok cowok di kampungya mana ada yang seperti ini tampilanya?

“Sudah baikan?” tanyanya. Masih dengan suara surgawinya. Marlin hanya bisa memberikan anggukan kecil sebagai jawabannya.

“Tadi kenapa?” cowok itu bertanya lagi.

“Tadi aku pingsan ya?” tanya Marlin polos.

“Ya, tadi saya yang bawa kamu kesini.”

“Kamu?”

“Ya.”

“Pakai apa?”

“Aku gendong….”

Hah? Mendengar itu Marlin pingsan lagi. Oh tidak , tidak itu salah. Marlin tidak pingsan lagi, dia hanya merasakan jantungnya berdebar lebih kencang seperti genderang mau peran (itu lagu bukan?). Tadi dia di gendong cowok keren itu ke dalam UKS ini? Waduh, mengapa dia tidak menggendong dirinya saat sadar saja ya? Kenapa mesti saat pingsan? Marlin memukul mukul kepalanya. Sudahlah Marlin, itu impian yang terlalu untuk seorang Upik Abu.

“Ma, makasih ….” Akhirnya kata kta itu yang keluar dari mulut Marlin.

“Sama sama. Tadi kenapa bisa pingsan?”

Marlin ingin berkata kalau tadi dia pingsan gara gara tadi dia ketemu sama cowok itu pagi pagi. Marlin juga ingin bilang kalau cowok di depannya itu ganteng banget. Ah, pasti dia sudah tau kalau dirinya ganteng. Marlin ingin bilang kalau dia begitu terpesona padanya saat pandangan pertama. Hmmm, semua cewek normal juga sepertinya akan terpesona pada sosoknya. Marlin ingin bilang kalau suaranya itu seperti suara surgawi, berharap dia akan terkesan dan menyatakan cintanya pada Marlin saat itu juga. Marlin, pils deh ….

Marlin ingin mengatakan itu semua dan berharap ada keajaiban di pagi ini. Tapi jangankan deretan kata panjang yang sudah di persiapkannya itu yang keluar dari mulutnya, yang terjadi kemudian adalah perutnya yang mulai bernyanyi lagi.

“Aku, aku lapar….” Desisnya kemudian.

“Tadi belum sarapan?”

“Gak sempat sarapan, tadi aku bangun kesiangan lagi.”

“Kalua begitu, saya ambilkan makanan dulu di kantin ya.”

“Apa tidak merepotkan?”

“Gak kok. Kamu tunggu di sini dulu ya.”

Marlin mengangguk senang. Cowok itu kemudian berlalu kearah pintu UKS, hendak keluar. Tapi sebelum benar benar keluar, Marlin memanggilnya.

“Hai, bisa aku pesan sesuatu?”

“Ya?” cowok itu berpaling kearah Malin.

“Kalau tidak merepotkan dan ada uang, bisakah aku pagi ini makan dengan lauk rendang dan ayam goreng? Sambelnya jangan terllau pedes ya, aku suka gak tahan pedes, jangan lupa jus jeruknya yang dingin juga.”

Cowok itu diam sejenak, berfikir, lalu tersenyum kecut. Wajah Malin jadi pias. Apa apaan ini? Marlin, sudahlah. Sadarlah.

“Gak jadi ….” Ralat marlin kemudian.

***

Tidak lama kemudian, cowok itu datang lagi ke dalam UKS dengan sepiring nasi di tangannya dan jeruk hangat di tangan yang lain. “Maaf menunggu lama.” Katanya, seraya meletakkan jeruk hangat di meja dan menyerahkan nasinya kepada Marlin.

Marlin lagi lagi membalasnya dengan senyuman. “eh, maaf, ada kotoran di dekat bibir kamu.” Kata Marlin seraya menyapu kotoran yang menempel di sebelah kiri bibir cowok itu. Dengan refleks yang baik, cowok itu juga mengarahkan tangannya kearah bibirnya. Bukan kotoran kemudian yang di tangkap oleh tangan cowok itu. Tapi tangan Malin!

Marlin ingin pingsan lagi untuk kedua kalinya pagi ini. Cowok ganteng itu menggenggam tangannya! Tapi Marlin tidak benar-benar ingin pinsan. Dia ingin bertahan walau sekarang badannya langsung lemas dan jantungnya berdebar lebih kencang lagi.


“Kamu kenapa?” tanya cowok itu penuh kekhawatiran melihat kondisi Marlin yang langsung lemas tanpa aba-aba. Marlin hanya bisa menjawab dengan menggelengkan kepalanya. “Kamu lemes banget, ayo ini di makan dulu nasinya.” Marlin lagi-lagi menggeleng.

“Aku suapin ya.” Kali ini Marlin mengangguk, hatinya girang bukan main. Mimpi apa dia semalam sampai-sampai pagi-pagi begini dia bisa mendapatkan anugrah luar biasa ini?

Baru beberapa sendok nasi masuk kemulutnya, sebuah ketukan terdengar di pintu. Sesaat kemudian, seorang ibu-ibu masuk kedalam UKS. Marlin menduga, itu pasti salah satu guru di sekolah ini.

“Pak Mardian, sekarang jam bapak untuk memberikan materi bahasa Indonesia di kelas XII A. biar saya yang meggantikan bapak mengurusi anak ini.” Itulah kata-kata tanpa aba-aba yang keluar dari mulut yang bersangkutan.

Cowok itu di panggil bapak? Memberikan materi Bahasa Indonesia? Berarti dia guru? Sejenak kemudian Marlin memperhatikan cowok itu dari atas kebawah. Kali ini Marlin baru sadar kalau cowok itu memang menggunakan baju putih, tapi dengan celana hitam, bukan celana seragam abu-abu seperti yang seharusnya di pakai para siswa. Menghadapi kenyataan itu, Marlin pingsan dengan suksesnya untuk kedua kalinya pagi ini.


sumber gambar dari sini

READ MORE - Marlin Konyol

Baca juga yang ini