Selasa, 31 Januari 2012

Mereka Bertanya Tentang Arti Namaku




Malam semakin larut ketika mereka satu persatu memperkenalkan nama asli mereka. Lo, kok nama asli? Memangnya selama ini mereka memakai nama samaran? Seperti mata mata saja. <smile>

“ Kalau kamu Wan, Ridwan itu nama asli kamu?” Tanya Bunda Ti sambil memasukkan KTPnya kembali ke dalam dompet.

Aku tersenyum “ Tunggu ya, ini lihat KTPku..” kusodorkan KTPku pada Bunda Ti.

“ Jadi ini nama asli kamu Wan?” tanyanya sambil memperhatikan tulisan tulisan di KTPku.

“ Ya bund,”

“ Coba lihat.” Mas Anto meraih KTPku dari tangan Bunda Ti.

“ Lalu kalau Ridwan?” 

“ Itu nama kecilku Bund,”

“ Maksudnya?”

“ Kalau yang di KTP itu nama lahirku Bund, kalau Ridwan itu nama kecilku. Muhammad Ridwan”

“ Kok mbulet sih Wan, apa bedanya nama kecil sama nama lahir perasaan sama deh”

“ Gak sama Bund,”

“ Bedanya? Persaan nama lahir sama nama kecilku sama “ mas Anto menimpali.

“ Kalau aku gak sama mas. Ceritanya Bund, wedeh, kayak mau mendongeng aja…” aku nyengir kuda, Bunda Ti dan mas Anto ikutan nyengir kuda juga melihat ekspresiku. Mungkin aku ini lucu ya, aku nyengir aja semua juga ikut nyengir. Gegegegegegeg…..

“ Waktu aku lahir dulu, aku di kasi nama kayak yang tertulis di KTP itu. Tapi karena setiap malam aku suka nangis dan minta ke jalan besar, akhirnya ibu sama bapak bawa aku ke orang pinter. Orang pinternya itu yang bilang kalau aku gak cocok pake nama itu, maka itu harus di ubah. Nama Muhammad Ridwan itu pemberian orang pinter itu. Begitu ceritanya.”

“ Oalah, gitu, “ 

“ Ya, mas, tapi sampe sekarang, yang di tulis di dokumen resmi ya nama yang ada di KTP itu mas, walau nama M. Ridwan juga di akui…”

“ Kayak status sekolah aja ‘diakui’…”

Wagggagagagagagaga….. kami tertawa serempak.

“ Artinya namamu itu apa sih Wan. Kan katanya setiap nama itu punya arti.”

“ Yang mana Bund?”

“ Yang mana aja, nama tua juga boleh..”

Wagagagagagagagag…..

“ Kalau yang di KTP itu Edy Purnomo kan. Kalau Edi sendiri artinya ‘sangat baik, indah, sedap dipandang’,….”

“ Cie…… muji diri sendiri ne ceritanya….” Bunda protes.

“ Lo, gak Bund, asli itu artinya, lihat aku baik kan orangnya, enak di lihat, indah, sedap di pandang, ganteng….”

“ Woooooo…… “

Wagagagagagagagaga…..

“ Kalau Purnomo itu berasal dari kata purnama. Yang berarti ‘bulan purnama’ atau ‘terang’. Jadi kalau di gabungin kira kira artinya ‘orang yang sangat baik, indah, dan sedap di pandang seperti bulan purnama yang terang’”

Yang hadir disana tertawa terkekeh. “ Sak karepmu Wan…” ujar Bunda Ti sambil tertawa lepas.

“ Lo bener lo itu. Namaku itu sangat bagus artinya. Semacam doa dari orang tuaku yang selalu melekat untuk aku.” Ah, berbangga sedikit punya nama yang bagus tidak dilarang bukan… :)

“ Nah kalau Muhammad Ridwan?” yang lain nyeletuk.

“ Kalau Muhammad-nya artinya ‘Yang terpuji, di rahmati’, seperti nama Nabi. Kalau Ridwan itu artinya ‘keridhaan’. Ridwan juga nama malaikat penjaga pintu surga dalam ajaran islam bukan? Jadi kalau di gabungin, Muhammad Ridwan itu kurang lebih artinya ‘orang yang terpuji dan diridhai’”

Aku memandang semua yang hadir di sana. “ Namaku indah bukan? Dan semoga aku bisa menjaga keindahan namaku dengan tingkah laku yang baik juga”

“ Amin….” Yang lain menjawab serentak.

“ Nah itu arti namaku, kalau kalian, apa arti nama kalian?”


catatan :
nama yang aku sebutkan disini masih belum termasuk nama panggilanku di beberapa tempat.

Arti kata :
Mbulet                 :    jawa; rumit
Sak karepmu        :    jawa ; (kurang lebih) semaumu saja
Nyeletuk               :    jawa ; menyela pembicaraan

Bagi yang ingin tahu arti namanya silahakan berkunjung ke
http://www.nama.web.id/           


READ MORE - Mereka Bertanya Tentang Arti Namaku

Minggu, 29 Januari 2012

Mengapa Aku menulis?

Aku tepekur  sejenak di depan komputer dengan halaman facebook yang masih terpampang. Sejenak aku merenung saat aku membaca status salah satu teman lama facebookku dan komentar komentar yang menyertainya.
Wew, status itu cukup sederhana memang, tapi jalinan komentar yang menyertainyalah yang membuat aku sadar betapa sebenarnya status yang sederhana itu di tulis dengan sepenuh hati. Sebuah status facebook yang aku pikir bisa menginspirasi banyak orang yang membacanya.


Status San:  Setelah aku hitung2 uang celengan q . yang jatuh tadi Rp.236500 ,-
jon :  enaknya di buat jajan
san : pak jon@ jangan toh pak . ini kalau uda bnyak tak buat beli televisi. he he he
jon : Tv yg apa ?
danis :  sip. mau beli TV apa dek??
san : Pak jon @ tv yang besar 21' pak . biar emak saya kalau nntn tv biar jelas
san :  Mas danis @ tv 21
jon : Brapa harganya tv 21' ?
Merk apa ?
san :  pak jon@ aku gak tahu berapa harga pastinya. kalau merk si pilh ******
Jon:  Usia ibumu berapa ?
 San : pak jon@ 53 pak.
anis : SubhanaLLah.. Cinta bgt ya sm emakmu? Pasti emakmu bangga.
 San : anis@ iya karena orang tua q tinggal emak saja. jadi harus di jaga.
dimas : sip.
anis : sudah uangnya cepet ditabung yang banyak.
Bay :  Mantap bgt bro......!!salut aq m km.
Te2p semangat krj y....
san : mas dimas@ terima kasih mas
anis@ iya sampean doakan semoga cepet tekumpul ya dan selalu di beri kesehatan.
bay@ harus selalu semgat mas bro. btw sampean kapan pulang kampung sampean gak tau ikt kumpul2 ambek temen2 smp.
anis : Yo semoga cepet kesampaian yo.
san : anis@ amien amien yarobal alamien
bay : Insya allah ntr klo ad wkt aq ikut kumpul2!
Y tak doain lah biar keinginan sampean buat bahagiain bunda sampean bs cpt terkabul mas.
san : Bay@ amin mas


Terlihat sederhana bukan? Tapi di balik kesederhanaan itu tersimpan sebuah kekuatan dan inspirasi yang sangat mendalam. Dulu, hal semacam inilah yang membuat aku tergerak untuk menulis : memberikan ispirasi dan pemahaman yang berbeda kepada orang banyak. Menyampaikan pesan dan apa yang aku rasakan kepada lebih banyak orang, karena terus terang, aku bukan orang yang bisa menyampaikan pendapatku secara lisan dengan baik.  
Terlebih kadang juga, bahkan kalau bisa aku bilang, begitu sering ide ide cerita berseliweran di pikiranku. Kalau bukan dengan cara dituliskan, bagaimana aku bisa mengutarakan semua ide yang ada itu? ah, menulis benar benar bisa menjadi terapi jiwa bagiku. Membuat pikiran plong dan hidup lebih berwarna. satu quote di bawah ini, menjadi satu asalan tambahan mengapa aku ingin dan harus menulis semua yang terlintas di otakkku,

“ Ketika kamu berbicara, kata katamu hanya akan ke seberang ruangan atau di sepanjang koridor. Tapi ketika kamu menulis, kata katamu bergaung sepanjang zaman”
Bud Gardner




READ MORE - Mengapa Aku menulis?

Minggu, 15 Januari 2012

Mereka Bertanya Kepadaku Tentang Arti Sebuah Tawa


Mereka memandang, seolah memandangku. Lalu ketika aku tertawa, sebuah pertanyaan mereka lontarkan :

“ Kenapa tertawamu seperti itu?”

Tapi aku cuma diam. Mereka benar-benar ingin tahu rupanya, batinku, karena ini adalah pertanyaan mereka untuk yang kesekian kalinya. Aku tersenyum tanpa mereka tahu. Karena walaupun mereka memandang, dan aku memandang, tapi pandangan kami tidak pernah bertemu. Tidak pernah. Kami terpisah jarak yang jauh sekali, ribun kilometer, bahkan melintas benua dan samudra. Tapi hati kami satu, satu di dalam wadah yang berwarna ungu. Kalian tahu itu bukan?

***

Tak perduli siang serasa panas membara atau malam dengan dinginnya yang serasa menusuk tulang. Aku tetap di sini, menunggu mereka menunjukkkan tanda tanda kalau mereka ada di sana, menanti kehadiranku seperti aku menanti kehadiran mereka.

Biasanya aku bisa duduk bersama mereka berjam jam lamanya. Beceloteh dan bercerita. Kerap kali aku tertawa juga bersama mereka. Menertawakan keadaan dan kebodohan kami sendiri. Tapi, itu dulu. Sekarang, kisah itu tidak ada lagi. Kisah itu berakhir dengan tragisnya secara tiba tiba. Seperti jamur yang tertebas angin saat dia sedang tumbuh menatap matahari lewat celah dedaunan. 

Sekarang, saat matahari sudah meninggi, dan bulan sedang tersenyum dengan hangatnya. Tidak ada lagi canda bersama mereka itu. Tidak ada lagi percakapan konyol tak tentu arah seperti dulu. Yang ada hanyalah suara angin. Angin asing yang berdesing serak di telingaku. Lalu perlahan, aku rasa, aku rindu kalian. Teman, sabahabat sahabatku, kalau aku kembali ke wadah ungu itu lagi, akankah kalian mau menerimaku kembali?

Sebersit ada ragu, tapi rasa rindu ini sudah melebihi segalanya sekarang. Kalau kalian mau menerimaku lagi di sana, hal yang pertama ingin aku jelaskan kepada kalian adalah tentang tawaku yang kalian pertanyakan. 

Bloofers, ah, ya, begitu biasa mereka disebut, tawaku itu terilhami dari sebuah sitkom di televisi yang dulu tayang setiap sore. Aku suka sekali nonton sitkom itu. lucu abis, kalau anak gaul jaman sekarang bilang. Disana, ada salah satu karakter yang suka sekali update status facebooknya. Dan setiap kali dia menggambarkan tawa dengan tulisan, dia selalu menulisnya dengan 


“ Egeg egeg egeg ….”


Sebenarnya aku meniru dia, bloofers, tapi karena jari jari ini terlalu cepat mengetikkannya, maka jadilah spasi antara tiga kata itu hilang. Dan jadilah aku menuliskannya seperti yang sering kalian lihat

“ gegegegegegegegegege…..”

Atau segala turunannya, dengan huruf ‘g’ dan semua vokal yang ada keculi ‘u’. kalian pasti tahu kenapa aku tidak menggunakan ‘u’ sebagai huruf vokalnya, bukan?

Bloofers, sekarang terang siang perlahan telah berganti dengan temaram senja. Tadi sudah aku kirimkan permintaan untuk bergabung lagi bersama kalian. Akankah kalian akan menerima kembali teman kalian yang hilang ini?

Aku masih menunggu…..




"Bahagia mendatangkan sahabat, 
tapi penderitaanlah yang menjadi pengujinya"


READ MORE - Mereka Bertanya Kepadaku Tentang Arti Sebuah Tawa

Selasa, 03 Januari 2012

Tegar

Terkadang menjadi sendiri itu bukan pilihan. Tapi suatu keadaan yang memaksa. Dilahirkan dengan perbedaan itu bukan kehendak kita. Dan memang bukan. Karena kalau boleh meminta, kalau boleh memilih, setiap orang ingin dilahirkan normal. Sehingga tidak ada satuhalpun yang harus dia tutup tutupi dengan segala cara.

Tapi hidup , lahir dan apa yang harus kita jalani itu bukan pilihan, tapi adalah keharusan. Aku juga tak ingin begini. Merasakan kegalauan dan segala hal yang seharusnya aku tak tau dan tak pernah aku rasakan. Aku juga tak pernah mintanya. Tapi ketika semua itu terjadi, apa yang hendak aku katakan?

“ tak ada, selain pasrah dan menerima” jawabku padanya kala itu.

Aku menghela nafas. Letih serasa menggelayuti pikiran dan tubuhku.” Aku ingin sepertimu, ingin seperti kalian, seperti yang lain. Aku ingin dilahirkan dengan cara yang sama. Tidak pernah ingin berbeda walau kata orang itu keren. Bagiku itu kutukan…..!”

Tapi mereka diam. Dunia diam, dan aku memilih untuk membisu dan menjalani semua ini dengan tegar. Aku ingin terlihat tegar, memotifasi diri sendiri dan berusaha terlihat tegar agar orang lainpun bisa tegar. Tapi aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Aku rapuh, dan sesekali aku ingin untuk menumpahkan air mata ini untuk membuat hati ini bisa lebih bernafas. Dan di saat sepeti itu, aku tak ingin di tertawakan.
READ MORE - Tegar

Baca juga yang ini