Kamis, 05 April 2012

Bagaimana Aku Harus Menjawabnya



“ Ini sudah lebih dari setengah jam berlalu sejak terakhir kali aku tanyakan keputusanmu, Nis, tapi kamu tetap diam saja.” Desahnya tanpa menoleh padaku. Suaranya seakan menghilang bersama angin malam yang berdesau pergi dengan lembut setelah menyapu dedaunan dan pohon pohon rindang yang tumbuh di dekat kami. “Aku tahu ini memang sulit,” lanjutnya, seraya menoleh perlahan kearahku. “Bukan cuma buatmu, Nis, tapi juga buatku. Kalau orang tua kita sampai tahu, dan mungkin seharusnya mereka memang tahu tentang ini, mereka pasti akan mengatakan ini hal yang sulit untuk diputuskan. Tapi setidaknya, aku ingin tahu tangapan kamu dulu, sebagai calon istriku, sebelum yang lain juga angkat bicara tentang ini.”

Dia diam, menatap dan menungguku angkat bicara. Tapi apa yang harus aku katakan? Apakah aku harus mundur dari kuputusanku semula untuk menerimanya sebagai suamiku atau aku harus maju terus dan menerima betapa pahitnya kenyataan ini? Aku tak tahu.

“Kenapa baru sekarang kamu katakan kenyataan ini padaku, Sam, kenapa tidak sejak awal perkenalan kita dulu?” protesku lirih.

Sekarang dia yang diam. Pandangannya juga jatuh, lesu memandang rumput rumput liar yang tumbuh dengan terpaksa di bawah kami berdua. Angin sekali lagi berhembus, membawa aroma kesedihan di hati Sam jatuh tepat di tengah hatiku.

“Entahlah Nis, mungkin di sana kelemahanku. Mungkin aku ini memang pengecut yang tak bisa menerima keadaan dengan baik. Mungkin aku memang yang salah, yang bodoh. Aku ini hina Nis, dosaku terlalu banyak. Sebagai lelaki aku ini memang tidak sempurna Nis, aku nista!”

“ Sam, berhetilah mengutuk dirimu sendiri.” Sergahku. “ Kenapa sekarang kamu jadi begini, Sam.”

“ Bukan sekarang saja aku jadi begini, Nis. Sudah lama aku begini. Inilah asliku…”

“Sam…!”

Kami diam untuk sekali lagi, dan untuk sekali lagi kami larut dalam pikiran kami masing masing. Aku kembali bertanya kepada diriku sendiri, apa yang harus aku katakan? Haruskah aku menikahi orang yang tidak pernah mencintaiku dan mungkin seumur hidupnya tidak akan pernah bisa mencintaiku? Haruskah aku bersuamikan orang yang sudah secara terus terang berkata tidak bisa jatuh cinta pada manusia sepertiku?

Haruskah aku sekarang berdiri tegas di hadapannya dan berkata, baiklah Sam, kamu boleh pergi dengan siapapun yang kamu mau karena aku juga akan pergi dan meminta orang lain menikahiku. Oh, membayangkannya saja aku tak sanggup. Aku terlalu mencintainya. Aku terlalu dalam memendam rasa padanya. Dia lelaki sempurna yang selama ini aku idam idamkan. Dia seorang lelaki ideal yang selama ini aku impikan untuk menjadi ayah dari anak anakku

“Baiklah, Nis, ini sudah terlalu malam. Kita pulang.” Dia bangkit perlahan dari posisi duduknya, kemudian saat telah tepat berada di hadapanku, dia melanjutkan kata katanya. “Jangan merasa terbebani atas nama kemanusiaan untuk memberi jawaban, Nis, karena bukan itu yang aku mau. Kalau akhirnya kamu berkata ya, pastikah itu karena cintamu padaku, Nis, bukan karena keterpaksaan. Kalau kamu memang tidak bersedia untuk aku jadikan percobaan untuk bisa mencintai seorang wanita, itu hak kamu Nis, dan aku tidak mempunyai kekuatan apapun untuk memintamu mencitaiku.

Aku mamang seorang gay, Nis, tapi aku ingin bertaubat, dan kamu adalah wanita yang aku pilih untuk belajar mencitai seorang wanita seperti layaknya lelaki pada umumnya. Bersediakah kamu membantuku menjadi lelaki normal yang mencitai wanita?

Besok masih ada waktu untuk menjawabnya, Nis. Sekarang mari kita pulang. Mungkin besok, kamu akan menemukan jawaban yang pasti.”

40 komentar:

  1. om...sereem ihhhh #amit2..
    tapi niat nya tulus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. sebenarnya kamu simpati atau gimana ini ceritanya.... :)

      Hapus
  2. wakaka..
    Panggilan si wanita sm kyk aku Mas..

    dan aku punya teman juga Namanya Sam..

    Untunglah dia bukan tambatan hatiku,
    dia juga bukan seorang Gay..

    BalasHapus
    Balasan
    1. nama boleh sama, tapi kejadian mungkin akan berbeda.... :)

      Hapus
  3. Nis... jangan sama sam... karena sam lapaknya gelap
    mending sama kang Ridwan aja....
    wegegegegege...

    oh ternyata si Sam gay toh...
    wah gawat nih..., entah apa jawabanku, krn saya tdk bisa mewakili Nis..

    BalasHapus
    Balasan
    1. lama lama kita ditabok sama si Sam..... :D

      Hapus
    2. Eaaa... si babeh bisa komen kayak gini...? Nggak banget daah... :p

      Hapus
  4. bolehkah saya berkomentar??--padahal udah tengah ngomen, he he he

    kalaulah memang adminnya cowok, sumpah dia keren banget bisa jadi sudut pandang cewek, intinya lebih ngerti perempuan.. aihh, kerenn niaan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. adminnya emang cowok.... :)
      mari kenalan...

      cowok harus bisa mengerti perasaan seorang cewek dong.... begitu bukan?

      Hapus
  5. dan adminnya memang seorang cowok, he he he,, maafkan kekhilafan pertanyaan hamba yang amatir ini, tuan rumah.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang cowok, cowok tulen.... gegegegege, sering sering berkunjung ya.....

      Hapus
    2. sebagai tetangga yang baik, tentu.. ;)

      Hapus
  6. wahh aku suka baget sama tulisannya mas ridwan
    ^__^
    mau nanya, mas ridwan dah punya buku nga??

    BalasHapus
    Balasan
    1. sukurlah kalau ada yang suka tulisanku... :)
      kalau buku, sementara ini masih belum punya. doakan semoga cepat terealisasi ya ...

      Hapus
  7. Ah, Nis..andai aku jadi kamu, aku akan menjabat tangannya dan membantunya untuk berubah dengan ketulusan cinta dan niat, pasti ada akhir cerita indah nantinya. :)

    Cerita yang bagus Mas, Fiksi yang kenyataannya selalu ada disekeliling kita. ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, jadi terharu akan ketulusan komen ini. imajinasinya keren... :)
      makasih sudah menyimak ya ...

      Hapus
  8. Wew...
    keren banget mas, two thumbs deh :)
    Saya penulis non fiksi, tapi suka banget kalo baca tulisan2 fiksi.
    Opps, saya juga mau nanya nih.
    Udah berapa banyak buku yang diterbitkan om? ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. sukurlah kalau ada yang suka tulisanku... :)
      kenapa gak coba coba juga nulis fiksi, menyenangkan juga lo...
      kalau buku, aku belum pernah punya, doain semoga cepat terlaksana ....

      Hapus
  9. keren mas... dari awal cerita aja bikin bertanya-tanya... pokoknya keren dah... gak nyangka...

    sudut pandangnya juga bagus...

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah berkunjung, dan sukur kalau ceritanya berkenan di hati ....

      Hapus
  10. wih, esmosi saya baca fiksi kali ini mas. hehehhe

    klo beneran di dunia nyata ada kisah cak ini. egois bener cowoknya. tega bener menyembunyikan hal besar sperti itu pada calon istrinya. harusnya jujur dr awal, sekalipun itu menyakitkan. klo bilngnya lebih cepat, si cewek pasti bisa cepat smbuh hatinya.

    hidup kejujuran! wkwkwkwkk

    BalasHapus
    Balasan
    1. tenang tenang jangan lempar lapienya keluar aci.... gegegegege, aku juga ikutan demo ini....

      hidup kejujuran .....!!! .... :D

      Hapus
  11. T_T nasib... nasib... harusnya jujur walaupun itu menyakitkan nak

    BalasHapus
  12. eksplorasi personalnya dalam..saya sering kebulet kalau sampai pada penokohan. Dan ttg tema Gay..saya belum nyoba

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih analisanya.... :)
      mari terus menulis dan berlatih. kalau tema ini belum coba, mari di coba, buat tantangan baru....

      Hapus
  13. Wow...endingnya ga disangka2...o_0

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau baca endingnya dulu, gak bakalan ada penasarannya.... :)
      terimakasih sudah menyimak....

      Hapus
  14. wew keren....
    *kehabisan kata2 untuk komen tulisan yang berkualitas

    semoga ALLOH segera mewujudkan rencana om untuk bikin buku. aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah itu, doa itu adalah kata kata juga bukan.... :)
      terimakasih atas kunjungan dan doanya....

      Hapus
  15. Wew..keren banget..
    baca artikel-artikel disini seraya aku sedang membaca sebuah Novel saja.

    sebuah novel yang terangkum disebuah buku kecil berbagai judul dengan topik yang hampir mirip.
    Novel itu penuh dengan tulisan dan sedikit gambar, bagi yang cuma melihat tanpa mencoba membaca, maka akan malas membacanya. namun bagi yang sudah mulai membaca, maka akan terus ingin mengetahui kelanjutan cerita sampai selesai.
    harus banyak bergurunie sepertinya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. di sambung doa aja, semoga aku bisa menerbitkan buku soloku secepatnya.... :)

      Hapus
  16. Saya suka ini....
    tapi masih ada yang mengganjal di hati ketika saya membacanya.

    1. atas dasar apa Sam menikah dengan Nis?
    2. bagaimana proses batin Sam dalam menyadarkan dirinya bahwa dia ada di jalan yang salah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih sudah menyimak... :)

      menurutku, dalam sebuah cerpen, hal hal yang tidak di tulis dan diceritakan di dalamnya, tapi menimbulkan pertanyaan di hati pembacanya, maka adalah hak pembaca untuk menggenapinya sendiri, berimajinasi sendiri. jadi bebas, mau dijawab dan diimajinasikan bagaimanapun bentuknya.... :)

      Hapus
  17. Penutupnya bikin hati ini...~_~ LOL :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. bikinhati tertawa terbahakbahak? wegegegegege.....

      Hapus
  18. wkwkkwkwkwkwk, mengerikan bgt ceritanya

    BalasHapus
  19. Sebagai fiksi, ini cerita mantaap banget...

    Kalau jadi Nis, saya akan mundur. Sebab Sam tidak memohon sama Allah utk berubah tapi mengharapkan Nis yg mampu merubahnya. Iya kalau berubah, kalau tidak...? Enak di Sam neraka di Nis...

    BalasHapus

silahkan berkomentar di kolom komentar ini untuk meninggalkan jejak di blog ini. gunakan komentar anda sebagai bukti kunjugan anda ke blog ini. terimakasih.
.
.
.