Kamis, 24 Mei 2012

Fase 2


(Bagian sebelumnya bisa di baca disini)

Hujan turun makin deras kala itu. Saat aku membiarkan udara yang dingin menyeliputi kami dengan kelembapan yang makin menjadi. Dia diam, pandangannya jauh menerawang keluar jendela, memperhatikan hampir setiap tetesan air hujan yang turun dan menghantam kaca jendela. Sementara aku mencoba menetralkan suasana dengan meneguk seteguk dua teguk teh dari dalam gelasku. Ada kehangatan yang menjalar, dimulai dari dinding dinding mulutku, lalu turun perlahan ke dadaku.
Aku tertegun saat kemudian kuperhatikan wajahnya mulai memerah dan bening kristal air mata perlahan mengambang di pulupuk matanya. Dia mencoba menengadah, menahan dengan sangat agar air mata itu tidak jauh kepipinya yang lembut. Pipi yang sekarang bagaikan kepiting rebus yang kemerahan.
“Hei, kamu kenapa?” tanyaku kebingungan. “Apakah ada kalimatku yang salah?”
Tapi dia tetap diam. Pandangannya belum juga dia alihkan dari tetes-tetes air hujan itu. Kupanggil namanya dengan lirih.
“Jelaskanlah, jangan diam. Aku…, aku jadi serba salah kalau kamu hanya diam begini.” Setengah memohon aku padanya kali ini. Aku bingung, apakah kata-kata dan penjelasanku tentang fase-fase metamorfosis kupu-kupu yang aku jelaskan padanya tadi sudah membuatnya tersinggung sedemikian rupa dan menyakiti hatinya dengan tanpa aku sadari? Hatiku berdebar-debar. Bukan maksudku menyakiti hati seorang teman.
Perlahan dia mulai mengusap air matanya yang jatuh berderai di pipinya. Perlahan pula dia mulai merangkai senyum di bibirnya dan mulai menatap lembut kearahku. “Tolong jelaskan, ada apa. Jangan cuma diam saja….”
“Tenanglah. Gak ada apa-apa, aku hanya….” Dia diam lagi, air mata kembali deras jatuh dari matanya. Kali ini dia tergugu.
Kupanggil lagi namanya dengan lirih seraya menyodorkan beberapa lembar tisu untuknya. “Tenang, tenang, bicaralah apa yang membuatmu menangis. Aku sungguh gak enak kalau terus terusan kamu diam tanpa menjelaskan padaku. Aku…, aku benar benar minta maaf kalau aku salah berucap.”
Kadang memang saat-saat beginilah yang tidak aku mengerti dari seorang wanita : tentang air mata mereka. Begitu misterius bagiku. Kadang pada sebagian wanita, bening kristal air mata itu begitu mudah keluar, kadang ada juga sebagian dari mereka yang begitu tegar, yang bahkan tak pernah aku lihat gurat kesedihan di mata mereka. Apa lagi air mata! Dan temanku yang satu ini, adalah wanita yang paling sulit aku mengerti. Selama ini dia terlihat tegar, terlihat tangguh, selalu ceria, sangat memberikan kesan kalau dia adalah tipe wanita kedua, wanita yang mahal air matanya. Tapi lagi-lagi aku dibuatnya tidak mengerti saat ini. Serasa linglung bagai anak kecil yang baru saja melihat ayam keluar dari cangkang telurnya. Pertanda apakah airmatanya saat ini?
Kupanggil lirih namanya, dia tersenyum kecil. Apa arti senyum kecil wanita tangguh di balik airmatanya yang berderai? Ah wanita, mereka masih terlalu misterius bagiku.
“Kamu gak salah apa-apa kok. Hanya aku saja yang merasa tertonjok berkali kali saat tadi mendengar penjelasanmu tadi.” Jelasnya, membuat dadaku makin berdebar.
“Bagian mana?”
“Hampir di semua bagian”
Aku mendesah, sebisa mungkin berusaha menunjukkan perasaan bersalahku padanya. “Maafkan aku, aku tidak bermaksud…”
“Tidak…” potongnya lembut. “Tidak ada yang perlu di maafkan, kok. Malah aku yang seharusnya berterimakasih padamu….”
“Ah…, tidak begitu…”
“Aku muslim sejak lahir, kamu tahu itu, bukan?” lagi-lagi dia memotong kalimatku dengan cepat. “Dan aku merasa, tidak setiap muslim adalah kupu-kupu! Tidak! Bahkan aku merasa sebagian besar dari mereka adalah ulat. Ya…, ulat! Seperti aku….”
Aku memutuskan untuk diam mendengarkan dengan hati yang gelisah. “Lalu?” tanyaku.
“Bahkan kalau boleh aku bilang, sebagaian besar yang lain dari mereka itu adalah selamanya telur, seperti penjelasanmu itu.” Dia mulai mau bercerita, membuka pintu pikirannya padaku. Baiklah, sekarang waktunya aku untuk menjadi pendengar yang baik. “Muslim yang bisa menjadi kupu-kupu adalah mereka yang bukan saja indah di mata orang lain, tapi juga yang bisa berbagi keindahan itu pada dunia sekitarnya, yang mempegaruhi orang orang di sekitarnya untuk berbuat kebaikan seperti apa yang dia lakukan. Seperti orang bilang  “Fly like a butterfly. Just take the good one from the flowers and give the good one to the world.”* Tapi apa yang kamu lihat pada sebagian besar mereka? Apakah mereka itu pantas di sebut kupu-kupu? Aku rasa tidak! Mereka adalah ulat yang menjijikkan! Sama seperti aku juga. Seperti kebanyakan muslim di luar sana.”
Sampai di sini dia diam lagi. Dipandanginya aku dengan tatapan nanar yang membuatku serasa ciut kedalam gelas tehku sendiri.
“Kamu lihat? Diluar sana banyak koruptor, banyak orang munafik yang berkeliaran. Apa agama mereka? mereka muslim! Mereka mengaku beragama Islam. Tapi apa yang mereka perbuat? Apakah perbuatan mereka itu menunjukkan perilaku yang sejalan dengan apa yang diajarkan dalam agama mereka? agama yang kita banggakan ini?”
“Tapi tidak selamanya orang-orang munafik dan para koruptor itu adalah muslim…”
“Memang, aku tahu itu. Kalau yang muslim dan yang bukan muslim sama saja kelakuannya, apa masih mereka pantas di sebut kupu-kupu?  Karena seharusnya muslim itu bisa berjalan sesuai dengan ajaran yang diajarkan pada mereka, yang selalu indah dan menyebarkan keindahan. Mereka itu pantas disebut ulat juga. Ulat yang terus saja makan, terus saja merongrong apapun yang bisa mereka grogoti. Ulat-ulat menjijikkan yang rakus!”
Sampai di sini sesaat dia diam lagi. Kali ini tampak benar usaha kerasnya untuk menahan semua gejolak di dadanya. “Seperti juga aku…,” katanya penuh emosi. “Aku ini muslim, sejak lahir malah. Tapi kamu lihat sendiri bagaimana kelakuanku? Aku bejat! Bahkan solatpun tidak. Yaa… walau aku tahu, solat itulah pembeda antara seorang  muslim dan yang bukan muslim.”Diusapnya airmatanya yang makin menderas, sedang aku terpaku pada tempat dudukku sendiri, diam seolah terpahat. “Uang aku banyak, hidup aku serba cukup, tapi buat zakat? Masa bodoh rasanya. Aku ini muslim macam apa? Muslim macam apa yang bahkan memalingkan wajahnya dari anak-anak yang terlantar dijalanan? Orang macam apa aku ini, yang mengunci pintu untuk setiap pengemis renta yang datang kerumah meminta belas kasih dariku….”
Dia makin tergugu, ditutupinya wajahnya dengan tisu berlembar-lembar. Ketika dia melanjutkan kata katanya, suaranya seperti tercekat di tenggorokannya, “Keluar negeri … aku … sudah berkali kali …, tapi kapan aku bisa memenuhi panggilanya ke Baitullah… kapan….” Lama kemudian dia diam dalam tangisannya. Tergugu dalam-dalam. Nyata sekali dia meresapi setiap tetesan air mata yang keluar dari pelupuk matanya.
Melihatnya begitu, aku kembali hanya bisa diam memandangnya. Apa yang harus aku lakukan? Sedang di hatiku sedang berkecamuk perang yang sengit. Kata-katanya telah membuatku berfikir untuk menata ulang teoriku tentang fase kehidupan dan metamorfosis. Tapi bersamaan dengan itu juga, timbul satu tekad bulat dalam hatiku :  AKU HARUS BISA MENJADI SANG KUPU-KUPU, bagaimanapun sulitnya jalan yang harus aku tempuh. Aku harus bisa menjadi indah, dan bisa berbagi keindahan itu. Harus!
Tiba tiba dia bangkit setelah melemparkan berlembar-lembar tisu ketempat sampah. “Hei, mau kemana?” tanyaku keheranan.
“Berbenah…,” jawabnya, seraya berusaha tersenyum kearahku.
“Hujan masih deras di luar….”
“Tapi Izroil gak pernah membuat perjanjian sebelum menemui seseorang. Aku ingin siap saat Dia datang, setidaknya, dosaku gak lagi sebanyak sekarang.”

--------------------------
*        Dikutip dari komentar bunda Titie Surya disini

35 komentar:

  1. #pingsan pas dialog terakhir

    “Tapi Izroil gak pernah membuat perjanjian sebelum menemui seseorang. Aku ingin siap saat Dia datang, setidaknya, dosaku gak lagi sebanyak sekarang.”

    Terima kasih atas pengingatnya mas.

    The story never fail to impress. thumbs up :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. waduh, aku jadi bingung kalau ada yang pingsan saat baca cerpenku. mau diapakan ini... :)

      makasih sudah berkunjung nisa ....

      Hapus
  2. ending cerita yang indah kang Ridwan, sebuah pembelajaran indah bagi diriku, tidak semua ulat bisa bermetamorfosa menjadi kupu2, karena perjalanan memang panjang membutuhkan ketekunan, keteguhan, kesabaran, keikhlasan dalam menghadapi batu dan kerikil yg menjadi ujian, mari berbenah, jangan terlena ditengah perjalanan tapi tetap fokus pada tujuan akhir yaitu Mahabatullah dan Ridhanya Allah...

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin kang, mari saling bantu membantu untuk mencapainya, saling mengingatkan dan saling dukung satu sama lain ...

      Hapus
  3. haduw, seperti ini yah cerpen itu??
    aku makin gak bisa buat sepertinya..
    keren banget deh..
    saking kerennya sampai gak bisa koment tentang isi tulisan.
    kapan yah bisa bikin sebuah cerpen??
    lawong aku kalau cerita muter-muter kayak gangsing..ckckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. dengan terus latihan dan berusaha, aku yakin, siapapun akan bisa membuat cerpen haf. menulis itu mudah ... :)

      Hapus
  4. Speechless...apalagi ada tentang hujannya...olalaaa..itu aku suka..#halah

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah nyangka si pawang hujan bakal datang begitu mendengar gemercik air hujan

      Hapus
    2. - nick : sebenarnya gak usah speechless nick, kan gak pake ngomong, di tulis aja ... :)

      - kang insan : begitulah si pawang hujan yang satu ini kang ... :)

      Hapus
    3. Ketika hari ini hujan aku akan bertiduran sendiri...? :) Wkwkwkwkwk karena dingin mas brong....

      Hapus
  5. wow.. semakin mengerucut kisah metamorfosisnya.. dan bahkan kupu-kupu hanya indah ketika dipandang, namun gatal ketika dipegang.. bisa jadi itu perlindungan dirinya, tp tidak menutup kemungkinan itu tipuannya.. banyak orang yang elok dipandang mata, namun menggerogoti dari dalam.. #tak pernah bosan berkunjung ke sini.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga bisa jadi kupu kupu yang sebenarnya kang, yang indah dan memberikan keindahan ... :)

      Hapus
  6. Ceritanya runtut banget.
    Kapan saya bisa menulis cerpen mas ?
    Mantap banget karena latihan yang intens

    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih atas kunjungan dan komennya pak dhe,
      mari terus berlatih menulis .... :)

      Hapus
    2. Ketika kita mendapat suatu Ilham mas brong...? :)

      Hapus
  7. NIce story. Menjadi baik untuk diri sendiri sulit, tapi lebih sulit lagi menjadi konsisten dalam kebaikan dan menebarkan kebaikan pada sesama. Inilah fase di mana seorang manusia tidak lagi memandang suatu posisi, jabatan, atau apapun hanya sekedar sebagai tempelan dan kebanggaan duniawi. Melainkan sebagai sebuah tanggung jawab ukhrowi yang sarat hakekat dan maknawi. lanjutkan! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sangat setuju nie, mencoba baik untuk diri sendiri tapi sangat sulit. Memang begitulah hidup

      Hapus
    2. makasih bunda, semoga bermanfaat ....

      Hapus
  8. Itu juga yang membuatku bingung. Kupu-kupu yang tercipta dengan membawa label keindahan, ternyata banyak dari mereka yang tidak sadar dengan keindahan mereka. Banyak yang "memilih" menjadi tak indah. Entah, karena apa? Makanan mereka kah selama menjadi larva? Ataukah ada sebab yang lain?

    Ah! Tak usah terlelap dalam kebingungan. Yang pasti, mari berbenah. Ilmu dari Allah lewat tulisanmu kang Ridwan. Syukran.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah sangat mengagungkan ciptaan-Nya....!

      Hapus
    2. benar sekali, mari berbenah, mari menjadi yang indah dan yang mampu berbagi keindahan itu ....

      Hapus
  9. Keagungan Tuhan sangat mempesona... Terkadang kita tidak mengetahuinya? :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. maka itu mari terus berbenah untuk mejadi lebih baik dari hari kehari ....

      Hapus
  10. waw...
    cerita yang bagus pasti berasal dari inspirasi yg bagus
    inspirasiku dimana ya? ^^
    jadi ingin juga mulai nulis nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. inspirasi itu ada di mana mana, percayalah .... :)

      Hapus
  11. bacanya merindiiiiiiing..
    karena hujannya, karena kata2nya. ah jadi mawas diri. aku pun mungkin masih ulat..

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang nulispun mungkin masih ulat juga, mari sama sama menuju hidup yang lebih baik ....

      Hapus
  12. Kapan saya bisa nulis kayak gini. panjaaaang.
    tapi alurnya tetap menarik dan bergaris.

    numpang bongkar2 postingannya bang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. pasti bisa, setiap orang pasti bisa uchank ....

      Hapus
  13. penggambaran fase di luar kelaziman.....

    BalasHapus
  14. setelah baca, ini artikel yang berbobot juga ya,, dari kata katany sangat jelas dan mudah di fahami,,, keren dah,,, semoga sukses aja,,,

    BalasHapus

silahkan berkomentar di kolom komentar ini untuk meninggalkan jejak di blog ini. gunakan komentar anda sebagai bukti kunjugan anda ke blog ini. terimakasih.
.
.
.