Senin, 26 Maret 2012

But-Chi


 
“ Anas…”

“ Ya,…”

“ Apa benar kamu mencintaiku?”

Hm…., akhirnya pertanyaan itu terlontar juga malam ini. Aku mendesah. Seperti berat sekali harus aku katakan apa yang sebenarnya aku rasakan dan yang sedang terjadi selama ini. Pertanyaan tentang cinta, pertanyaan tentang kesungguhan akan sebuah hubungan seperti ini, sudah kerap kali membuatku gamang. Apakah aku memang benar benar mencintainya? Lebih dari sekedar perasaan seorang kakak kepada adik perempuannya? Lebih dari sekedar perasaan seorang sahabat yang ingin selalu bersama dengan seorang sahabat wanitanya? Aku bahkan masih sering ragu. Seriuskah aku? Nyatakah ini?

Aku bangkit dari posisi membungkukku dan menegakkan posisi dudukku. Kualihkan pandangaku padanya dan kuberikan senyum setulus yang aku bisa. Kuraih kepalanya yang berambut pedek itu, lalu kutarik agar merabah di dadaku. Dia diam saja. Seperti yang sudah sudah selama ini.

“ Apakah itu penting, Dyan?” tanyaku.

“ Entahlah, Nas, aku juga tak tahu itu penting atau tidak. Aku hanya mendengar dari teman teman selama ini, kalau sebenarnya kamu itu mengganggapku lebih dari seorang sahabat.”

“ Hm…, Kadang mereka itu terlalu ikut campur melebihi kapasitas mereka sebagai teman, Dyan. Mungkin saja mereka itu cemburu melihat kedekatan kita selama ini. Biarlah mereka dengan pikiran mereka sendiri, kita jalani aja kehidupan kita seperti ini, sebagai sahabat.”

Mendengar ucapanku, perlahan Dyan bangkit dari dadaku. Di tatapnya aku dalam dalam dengan pandangan yang langsung tertuju pada mataku. “ Tapi sahabat tidak ada yang berpelukan seperti kita, Nas. Sahabat tidak bergandengan tangan berjam jam saat berjalan di keramaian. Sahabat tidak seperti itu.. Tidak merasakah suasana mesrah seperti yang kamu rasakan malam ini. Sahabat itu seperti Eka dan Maya yang selalu having fun, selalu ada untuk satu sama lainnya, seperti Bayu, Nina dan Angga. Mereka selalu bersama tapi mereka tidak pernah terlihat mesrah seperti yang kamu lakukan kepadaku. Yang aku tahu, seorang sahabat tidak ada yang memeluk sahabatnya dalam diam, juga tidak berusaha menciumnya…”

“ Lalu apakah penting untuk tahu apakah aku mencintaimu?” potongku.

“ Penting Nas, penting sekali. Agar aku tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kita. Apakah kamu menganggapku sahabat, atau seorang kekasih…”

“ Lalu kamu sendiri mengganggapku apa?” sergahku, sekali lagi.

Dyan terdiam, tapi pandangannya nanar. Bibirnya bergetar perlahan menandakan gejolak hatinya yang mulai gusar. Aku jadi seperti tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, mengapa malam ini tiba tiba dia bertingkah seperti ini?. Malam ini, dia seolah olah bukan Dyan yang selama ini aku kenal. Dyan yang lembut dan selalu berhati hati. Apakah urusan cinta dan hati seperti ini bisa membuat seorang wanita berubah drastis?

“ Anas, sebenarnya aku ingin kamu tahu malam ini… ka, kalau, Kalau aku sedang jatuh cinta..”

Deg…! Jantungku seolah berhenti berdetak. Tiba tiba saja seperti puluhan ribu volt telah menyengat jantungku detik itu juga. Ada rasa curiga yang menghantui, ada rasa khawatir yang sangat yang aku rasakan. Benarkah itu? Benarkah Dyan jatuh cinta? Pada siapa? Padakukah? Atau ada orang lain? Tiba tiba malam ini aku rasa menjadi malam yang sangat penting dalam hidupku. Tiba tiba saja udara malam ini aku rasa begitu panas. Panas dan menipis, membuatku serasa sulit untuk bernafas.

Kucoba untuk menahan diri untuk tidak bertindak bodoh di luar apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi dari rona wajahku, dari helaan nafasku, aku yakin Dyan sudah membaca apa yang sedang terjadi padaku.

“ Apakah kamu mencintaiku, Dyan?” tanyaku tiba tiba, yang membuatku merasa begitu bodoh sudah menanyakan hal itu secepat ini. Seharusnya aku bisa lebih tenang, tidak tergesa gesa seperti ini. Aku menggerutu dalam hatiku, membuatku semakin merasakan perasaan bersalah dan kesal yang amat sangat pada diriku sendiri.

 “ Kamu mencintaiku bukan, Nas…, Jawab pertanyaanku dengan jujur, Nas.” Kali ini nada yang keluar dari kata katanya lebih terasa seperti sebuah desakan dari pada sebuah pertanyaan biasa.

“ Tadi aku yang bertanya lebih dulu, Dyan. Apakah aku orang yang kamu cintai?”

“ Dalam hal ini seharusnya pria punya kesempatan lebih dulu untuk bicara, Nas.”

Mendengarnya membuatku diam. Aku cuma bisa memandangnya dan membiarkan angin yang semilir di taman Bungkul malam ini membelai hati yang sedang terombang ambing. Aku tahu aku ragu. Ragu untuk mengartikan perasaanku sendiri. Cintakah ini? Atau hanya perasaan kedekatan seorang sahabat? Aku juga ragu, apakah aku orang yang di cintai Dyan? Kalau ya, bagaimana selanjutnya? Apakah ketika nanti aku menjadi pacarnya semua akan berjalan seperti ketika aku menjadi sahabatnya?

Begitu banyak pertanyaan yang tiba tiba muncul. Pertanyaan pertanyaan yang kemudian membuatku ragu. Keraguan yang kemudian berkembang menjadi sebuah ketakutan : aku takut kehilangan dia. Baik sebagai sahabat maupun sebagai…

“ A.., A… ah, aku tak sanggup mengatakannya. Tolong jangan desak aku.”

“ Berati benar apa yang aku dengar selama ini?” air matanya mulai tumpah, suaranya mulai serak, “ Berarti benar kalau kamu memang mencintaiku Nas?”

“ Dyan, kenapa menangis…” aku berusaha merangkulnya. Tapi Dyan malah menepiskan tanganku.

“ Akhirnya…, akhirnya apa yang aku takutkan… terjadi juga…” tangisnya kini benar benar pecah. Membuatku semakin bingung harus berbuat apa.

“ Dyan, sudahlah, tidak seharusnya seperti ini. Tidak seharusnya kamu menangis. Kita bisa bicara baik baik bukan…” aku berusaha membujuknya. Aku benar benar tidak tahu harus berbuat apa. Ini untuk pertama kalinya dalam hidupku harus menghadapi seorang wanita menangis di depanku karena cintanya padaku.

“ Tapi aku mencintai orang lain, Nas….”

Deg! Dunia seakan sekarang berhenti berputar, angin seolah berhenti berhembus dan orang orang yang bising di sana, seolah olah sekarang seperti film bisu yang sedang diputar. Bahkan darahkupun seperti berhenti mengalir.

“ Aku sebenarnya tidak ingin kamu tahu tentang ini, Nas. Tapi semua sekarang sudah terlanjur… aku, aku .. aku harus mengatakan kebenarannya…”

“ Siapa orang itu, Dyan?” tanyaku, dengan berusaha keras untuk menyembunyikan seluruh gejolak di hatiku.

“ Mi… Mitha….” Jawabnya di tengah isak tangisnya.

“ Mitha? Dia… dia wanita bukan? Mitha itu mantanku?” tanyaku tak habis mengerti.

“ Ya benar, Nas. Mitha mantanmu itu. Dia kekasihku. Kami sepasang kekasih. Dan karena akulah dia memutuskanmu waktu itu. Anas, temaku yang baik, sabahabatku yang terbaik, aku harap kamu bisa menerima kenyataan ini….aku harap kamu bisa memahami keadaanku, dan kita…., kita masih bisa bersahabat seperti sedia kala bukan….?”

Dunia sekarang menjadi gelap di mataku. Otakku, tiba tiba terasa sangat sakit dan tersayat sayat. Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan? Tiba bita aku ingin sekali berlari dan berteriak. Hingga hilang pedih dan perih yang begitu kejam dengan tiba tiba merenggut segalanya dariku ini.


18 komentar:

  1. Duh kasihan si Anas, dua kali kehilangan kekasih yg dalam sebuah lingkaran yg tidak sewajarnya, apakah ini namanya cinta segitiga..? apa ini bisa juga dikatakan sebuah perselingkuhan..? biar penulis sendiri yang menjawabnya...!

    BalasHapus
    Balasan
    1. seharusnya, biarlah pembaca yang berfantasi untuk menyelesaikan cerita ini kang.. :)

      Hapus
  2. seperti lagu cinta terlarang. Anas...anas....kenapa nasib mu begitu na'as...???
    ckckckckck....

    lupakanlah Dyan. karena di sana, ada Rita yang menunggu #eh.

    keren om ceritanya. walau sedikit tragis.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau gitu mari bernyanyi aisa, biar terasa lebih tragis....

      lho....
      :D

      Hapus
  3. Normal.....???
    oohh ....
    sun gguh terharu membacanya betul kata mass Insan dua kali kehilangan kekasih yg dalam sebuah lingkaran yg tidak sewajarnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. apanya yang normal zhi?
      kalau begitu, marilah bernyanyi bersama..... :)

      Hapus
  4. Glek! endingnya twisted..

    Mungkin krn banyak pria sprti Anas yg suka main pelak-peluk makanya bermunculan wanita-wanita seperti Dyan dan Mitha.

    hehe, No Offense..

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah mungkin itulah, alasan mengapa seorang wanita bertindak seperti itu. hanya mereka yang tahu... :)

      no offense for all,,,,

      Hapus
  5. Butchi tuw artinya apa sih? perlu eksplorasi lebih dalam kayanya nih. Membacanya jadi bingung. Sorry to say, kesannya garing... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. butchi itu wanita penyuka wanita bund...

      mkasih juga masukannya bund, tak ada noda tak belajar bukan. akan terus belajar menulis sampe aku 'bisa' menulis. terus bimbing dan kasi kritikannya ya bund... :)

      Hapus
  6. Waduuuuuuuuh >,<
    AC-DC itu cewe-cewenya

    BalasHapus
  7. tragis...tapi itulah fenomene saat ini, om berhasil mengemasnya dengan apik, nasihat anggun bahan perenungan. semoga kita terhindar dari hal2 seperti itu. aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih apresiasinya rima, ini masih belajar menulis..., amin, semoga kita dan semuanya terbebas dari hal semacam itu ......

      Hapus
  8. Wahh sumpah nie cerita kerenka'. I Like cara kakak bawa pembaca menjadi penasaran dan akhirnya kaget dengan akhir ceritanya

    Z follow yha kak, nanti di folback heheh
    supaya kakak bisa komen karyaku jg hihi
    lg belajar nulis jg kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih sudah menyimak....

      makasih juga sudah di follow,
      nnti aku folback dah.... :)

      Hapus
  9. Pinter banget sih bikin fiksi... saya paling ga bisa niih... ajarin dong...
    Anas selameeeett....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anas selamet gigit jari maksudnya...

      Aku perhatikan ada bbrp kali ya cerita gender...
      Yg ini kalah seru sama yg cerita ttg gay...

      Hapus

silahkan berkomentar di kolom komentar ini untuk meninggalkan jejak di blog ini. gunakan komentar anda sebagai bukti kunjugan anda ke blog ini. terimakasih.
.
.
.

Baca juga yang ini