“ sebentar…”
ulangnya, tetap lembut.
“ Tapi ini
belum selesai bung…” Aku menatap heran, beralih dari wajahnya ke arah papan
catur.
“ Caturnya
bisa nanti disambung lagi, aku mau solat”
“ Solat?”
“ Ya, solat,
sebentar aja..”
“ Solatnya
ntar aja kan bisa, kelarin caturnya dulu, setengah jam lagi selesai ini bung..”
“ Setengah
jam? Lima menit lagi gak ada jaminan aku masih hidup bung.”
“ Waduh…”
Aku hanya bisa
menggaruk garuk kepala melihatnya berlalu ke dalam rumah. Ada apa dengan dia?
Tumben sekali sikapnya seperti ini. Apa ini yang namanya hidayah? Rasanya sebelum
siang ini, dia tidak pernah seperti ini. Dia itu tidak jauh beda denganku.
Solatnya, solat gaya kodok. Sukanya melompat. Dari duhur bisa bisa melompat ke
maghrib atau isyak langsung. Atau kalau lagi kuatnya melompat, bisa bisa
berhari hari tidak sembahyang. Nah ini, ada apa dengannya? Hidayah? Apa
sebabnya? Apa gara gara catur? Heh, aneh sekali….
Lima belas
menit kemudian dia kembali lagi, tapi moodku untuk main catur hilang sudah.
“ Ayo lanjut…”
serunya seraya duduk menghadapi papan catur yang sama sekali belum aku sentuh
sejak tadi.
“ Gak …”
“ Kenapa?”
“ Males…”
“ Serius ne?”
Aku menoleh
kearahnya dengan mimik wajah yang serius.
“ Oke….”
Serunya. “ Kamu dongkol gara gara aku tinggal solat?”
Aku tidak
menjawab. Entahlah, tiba tiba malas saja untuk berbicara dengannya.
“ Kamu gak
lihat tadi yang di TV itu?”
“ Apaan? “ aku
penasaran.
“ Kejadian di
Tugu Tani itu?”
“ Kecelakaan
itu?”
“ Ya,”
“ Emang
kenapa?” aku mulai benar benar penasaran dengan apa yang dia pikirkan.
“ Sekarang
orang mati itu bisa tiba tiba, kapan saja dan di mana saja bro. orang orang
lagi melintas di jalan, udah di trotoar, masih aja mati di tabrak mobil
nyasar. Lagi enak enak sama keluarga di rumah, mati ketimpa rumahnya yang di
goyang gempa. Kamu gak tau tetangga kita itu? Pak Hamdan? Lagi minum kopi di
rumahnya tiba tiba jantungnya berhenti berdetak.”
Aku Cuma bisa
diam. Entahlah…
“ Kita gak
pernah tahu kapan kita mati bro, dan aku gak mau mati koyol. Kalau bukan
sekarang, kapan kita mu tobat?”
Aku tergidik,
“ Kamu kapan
mau rajin solat? Kapan mau tobat? Tunggu sekarat dulu baru tobat?”