Hari ini
untuk pertama kalinya Marlin datang ke sekolah dengan seragam barunya. Seragam
lama yang sudah tiga tahun tidak pernah di ganti, sekarang sudah resmi menjadi
penghuni tetap lemari bajunya yang sudah tua itu, menunggu kesempatan untuk
bisa dilihkan hak kepemilikannya kepada yang lebih membutuhkan. Yah, karena
begitulah, Marlin adalah anak yang memang rajin, suka menabung, suka berbagi
dan tidak sombong (kalau yang ini sih, versi Marlin sendiri tentang dirinya
sendiri, entah bagaimana versi mak terhadap anaknya yang satu ini).
Marlin
sekarang bukan anak sekolah berseragam putih-biru lagi. Hari ini seragam
sekolahnya sudah berganti dengan seragam putih-abu-abu. Sekolahnya juga sudah
ganti, bukan lagi dijalan dekat balai RW itu, tapi sekarang sekolahnya jauh di
pusat kota sana. Wah, gaya ya si Marlin sekarang. Tiap hari dia harus naik bus
ke sekolahnya. Pak Ajang sopir becak langganannya kemarin sudah di-PHK dengan
cara seksama yang mengharu biru, berlinang air mata dan kata-kata...
Minggu, 11 November 2012
Marlin Konyol
Label:
bahasa indonesia,
cerpen,
konyol,
mardian,
marlin,
putih abu abu,
uks
Rabu, 10 Oktober 2012
Salahkah Kalau Aku Juga Selingkuh

Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
AR-SA
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
...
Senin, 11 Juni 2012
Setelah Lampu Hijau Padam
Dia adalah sahabat baikku sejak kami
belum bisa mengeja abc dan melantunkan ayat ayat suci di surau dekat rumah
kami. Dina namanya. Seorang gadis keturunan Jawa-Ambon yang berwajah manis.
Banyak orang bilang, dia lebih pantas
terlahir sebagai keturunan Minang daripada suku manapun yang ada di negeri ini.
Tapi apapun kata mereka, apapun dan darimanapun Dina berasal, yang aku tahu
hanyalah kalau dia itu orang yang benar benar pantas untuk aku jadikan sahabat.
Orang yang tidak hanya bisa mengerti aku, tapi lebih dari itu, dia sangat
pantas untuk aku sebut sebagai seorang kakak.
Tapi hari ini Dina tergolek lemas di
sampingku. Kepalanya terkulai lemah di atas pangkuanku. Darah tak henti
hentinya mengalir dari setiap bagian tubuhnya. Bibirnya yang kemarin merah
ranum dengan senyum cerianya yang khas, hari ini berganti menjadi bibir yang
merah karena...
Label:
cerpen,
darah,
hijau,
ICU,
lampu,
persahabatan,
sahabat,
traffic light
Kamis, 24 Mei 2012
Fase 2
(Bagian sebelumnya bisa di baca
disini)
Hujan turun makin deras kala
itu. Saat aku membiarkan udara yang dingin menyeliputi kami dengan kelembapan
yang makin menjadi. Dia diam, pandangannya jauh menerawang keluar jendela,
memperhatikan hampir setiap tetesan air hujan yang turun dan menghantam kaca
jendela. Sementara aku mencoba menetralkan suasana dengan meneguk seteguk dua
teguk teh dari dalam gelasku. Ada kehangatan yang menjalar, dimulai dari
dinding dinding mulutku, lalu turun perlahan ke dadaku.
Aku tertegun saat kemudian
kuperhatikan wajahnya mulai memerah dan bening kristal air mata perlahan
mengambang di pulupuk matanya. Dia mencoba menengadah, menahan dengan sangat
agar air mata itu tidak jauh kepipinya yang lembut. Pipi yang sekarang bagaikan
kepiting rebus yang kemerahan.
“Hei, kamu kenapa?” tanyaku
kebingungan. “Apakah ada kalimatku yang salah?”
Tapi dia tetap diam.
Pandangannya belum juga dia alihkan dari tetes-tetes air hujan itu. Kupanggil
namanya dengan lirih.
“Jelaskanlah,...
Jumat, 04 Mei 2012
Fase
Orang bilang,
hidup ini berjalan seperti fase metamorfosis kupu kupu. Berawal dari telur,
kemudian menetas jadi ulat, menjelma kepompong, untuk kemudian sempurna sebagai
kupu kupu yang indah. Aku juga ingin bilang begitu saat ini, walau itu bukan
berarti aku setuju bahwa setiap manusia akhirnya akan menjadi kupu kupu yang
indah. Menurutku, kehidupan kita bisa beranjak dan berakhir pada salah satu
fase, tanpa bisa lagi mencapai fase selanjutnya. Ada kalanya kehidupan
seseorang di mataku berakhir pada fase kempompong, pada sebuah tahap dimana
kesempurnaan nyaris dicapainya. Bahkan sebagian besar dari kita mungkin tidak
pernah menyadari kalau sebenarnya kita ini adalah umpama ulat, atau mungkin
telur yang tidak pernah menetas sama sekali.
“Mengapa
begitu?” tanyanya pada suatu ketika. Saat hujan turun dan secangkir teh hangat
menemani kami di depan jendela yang basah.
“Bisa saja,”
jawabku sambil tersenyum kecil menggodanya. Dia diam tak bergeming. Tatapannya tajam
kearahku. Seakan dengan...
Minggu, 29 April 2012
Surabaya Bloofmeet 1 (part 2)
Normal
0
false
false
false
EN-US
X-NONE
AR-SA
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
...
Langganan:
Postingan (Atom)