Hari ini
untuk pertama kalinya Marlin datang ke sekolah dengan seragam barunya. Seragam
lama yang sudah tiga tahun tidak pernah di ganti, sekarang sudah resmi menjadi
penghuni tetap lemari bajunya yang sudah tua itu, menunggu kesempatan untuk
bisa dilihkan hak kepemilikannya kepada yang lebih membutuhkan. Yah, karena
begitulah, Marlin adalah anak yang memang rajin, suka menabung, suka berbagi
dan tidak sombong (kalau yang ini sih, versi Marlin sendiri tentang dirinya
sendiri, entah bagaimana versi mak terhadap anaknya yang satu ini).
Marlin
sekarang bukan anak sekolah berseragam putih-biru lagi. Hari ini seragam
sekolahnya sudah berganti dengan seragam putih-abu-abu. Sekolahnya juga sudah
ganti, bukan lagi dijalan dekat balai RW itu, tapi sekarang sekolahnya jauh di
pusat kota sana. Wah, gaya ya si Marlin sekarang. Tiap hari dia harus naik bus
ke sekolahnya. Pak Ajang sopir becak langganannya kemarin sudah di-PHK dengan
cara seksama yang mengharu biru, berlinang air mata dan kata-kata perpisahan
yang pahit #lebay.
Bus yang
ditumpangi Marlin berhenti tepat di halte depan sekolahnya yang baru. Dada Marlin
berdebar-debar. Sejauh mata memandang, tidak ada satupun siswa yang dia kenal
di sekolah ini. Setidaknya, masih belum ada. Marlin berjalan mengendap-endap
sambil tolah toleh ke kanan dan kekiri masuk ke dalam sekolah. Mengamati hampir
setiap wajah yang dia temui pagi itu. Kabarnya, sekolah ini adalah sekolah
favorit yang isinya anak anak orang kaya semua. Kabarnya juga, cowok-cowok di
sekolah ini ganteng-ganteng. Tapi kok, Marlin dari tadi tidak melihat seorang
cowokpun melintas di depannya ya? Marlin mulai bingung dan ragu-ragu. Ini yang
salah memang keadaan di depannya atau…. Marlin sejenak menghentikan langkahnya,
membuka kaca mata minusnya, lalu mengucek-ngucek matanya. Ketika matanya
perlahan lahan di buka, Marlin hampir pinsan rasanya. Jantungnya seakan
berhenti berdegup.
“Selamat pagi
….” Sapaan itu tepat terlontar di depan hidungnya. Marlin hanya bisa menganngguk
kaku, dengan mata yang membengkak dan mulut yang berbetuk huruf ‘O’ sempurna.
Dalam keremangan mata minusnya, mata Marlin menangkap seraut wajah yang nonjok
di hatinya. Cowok di depannya itu, yang baru saja menyapanya dengan lembut,
aduhai, ganteng banget sepertinya. Perlahan lahan Marlin memasang kaca matanya
lagi. Lalu, setelah keremangan itu berakhir dan terbitlah kejelasan, mendadak
Marlin merasa oleng, dunia berputar-putar, dan terakhir dia pingsan dengan
suksesnya.
***
Marlin
mengejap-gejapkan matanya. Cahaya putih dari lampu diatasnya membuat mata
Marlin silau. Marlin berusaha bangkit dari tidurnya, mencari cari kaca matanya
sambil mengamati keadaan sekelilingnya. Kalau menurut pengamatan Marlin. Ruang
ini mungkin saja ruang UKS.
Seorang cowok
datang menghampiri Marlin yang sedang duduk kebingungan di tepi ranjang. Cowok
itu, bukankah itu cowok yang tadi menyapanya dengan suara lembut? Sekarang
Marlin bisa memperhatikan sosoknya dengan lebih jelas. Cowok di depannya itu
ganteng sekali. Wajahnya, kulitnya, oh, Marlin bergidik. Baru kali ini rasanya
dia melihat cowok ganteng jelas di depan matanya. Biasanya dia hanya bisa
melihat cowok ganteng dari siaran tv saja. Cowok cowok di kampungya mana ada
yang seperti ini tampilanya?
“Sudah
baikan?” tanyanya. Masih dengan suara surgawinya. Marlin hanya bisa memberikan
anggukan kecil sebagai jawabannya.
“Tadi
kenapa?” cowok itu bertanya lagi.
“Tadi aku
pingsan ya?” tanya Marlin polos.
“Ya, tadi
saya yang bawa kamu kesini.”
“Kamu?”
“Ya.”
“Pakai apa?”
“Aku
gendong….”
Hah?
Mendengar itu Marlin pingsan lagi. Oh tidak , tidak itu salah. Marlin tidak
pingsan lagi, dia hanya merasakan jantungnya berdebar lebih kencang seperti
genderang mau peran (itu lagu bukan?). Tadi dia di gendong cowok keren itu ke
dalam UKS ini? Waduh, mengapa dia tidak menggendong dirinya saat sadar saja ya?
Kenapa mesti saat pingsan? Marlin memukul mukul kepalanya. Sudahlah Marlin, itu
impian yang terlalu untuk seorang Upik Abu.
“Ma, makasih
….” Akhirnya kata kta itu yang keluar dari mulut Marlin.
“Sama sama.
Tadi kenapa bisa pingsan?”
Marlin ingin
berkata kalau tadi dia pingsan gara gara tadi dia ketemu sama cowok itu pagi
pagi. Marlin juga ingin bilang kalau cowok di depannya itu ganteng banget. Ah,
pasti dia sudah tau kalau dirinya ganteng. Marlin ingin bilang kalau dia begitu
terpesona padanya saat pandangan pertama. Hmmm, semua cewek normal juga
sepertinya akan terpesona pada sosoknya. Marlin ingin bilang kalau suaranya itu
seperti suara surgawi, berharap dia akan terkesan dan menyatakan cintanya pada
Marlin saat itu juga. Marlin, pils deh ….
Marlin ingin
mengatakan itu semua dan berharap ada keajaiban di pagi ini. Tapi jangankan
deretan kata panjang yang sudah di persiapkannya itu yang keluar dari mulutnya,
yang terjadi kemudian adalah perutnya yang mulai bernyanyi lagi.
“Aku, aku
lapar….” Desisnya kemudian.
“Tadi belum
sarapan?”
“Gak sempat
sarapan, tadi aku bangun kesiangan lagi.”
“Kalua
begitu, saya ambilkan makanan dulu di kantin ya.”
“Apa tidak
merepotkan?”
“Gak kok.
Kamu tunggu di sini dulu ya.”
Marlin
mengangguk senang. Cowok itu kemudian berlalu kearah pintu UKS, hendak keluar.
Tapi sebelum benar benar keluar, Marlin memanggilnya.
“Hai, bisa
aku pesan sesuatu?”
“Ya?” cowok
itu berpaling kearah Malin.
“Kalau tidak
merepotkan dan ada uang, bisakah aku pagi ini makan dengan lauk rendang dan
ayam goreng? Sambelnya jangan terllau pedes ya, aku suka gak tahan pedes,
jangan lupa jus jeruknya yang dingin juga.”
Cowok itu
diam sejenak, berfikir, lalu tersenyum kecut. Wajah Malin jadi pias. Apa apaan
ini? Marlin, sudahlah. Sadarlah.
“Gak jadi ….”
Ralat marlin kemudian.
***
Tidak lama
kemudian, cowok itu datang lagi ke dalam UKS dengan sepiring nasi di tangannya
dan jeruk hangat di tangan yang lain. “Maaf menunggu lama.” Katanya, seraya
meletakkan jeruk hangat di meja dan menyerahkan nasinya kepada Marlin.
Marlin lagi
lagi membalasnya dengan senyuman. “eh, maaf, ada kotoran di dekat bibir kamu.”
Kata Marlin seraya menyapu kotoran yang menempel di sebelah kiri bibir cowok
itu. Dengan refleks yang baik, cowok itu juga mengarahkan tangannya kearah
bibirnya. Bukan kotoran kemudian yang di tangkap oleh tangan cowok itu. Tapi
tangan Malin!
Marlin ingin
pingsan lagi untuk kedua kalinya pagi ini. Cowok ganteng itu menggenggam
tangannya! Tapi Marlin tidak benar-benar ingin pinsan. Dia ingin bertahan walau
sekarang badannya langsung lemas dan jantungnya berdebar lebih kencang lagi.
“Kamu
kenapa?” tanya cowok itu penuh kekhawatiran melihat kondisi Marlin yang
langsung lemas tanpa aba-aba. Marlin hanya bisa menjawab dengan menggelengkan
kepalanya. “Kamu lemes banget, ayo ini di makan dulu nasinya.” Marlin lagi-lagi
menggeleng.
“Aku suapin
ya.” Kali ini Marlin mengangguk, hatinya girang bukan main. Mimpi apa dia
semalam sampai-sampai pagi-pagi begini dia bisa mendapatkan anugrah luar biasa
ini?
Baru beberapa
sendok nasi masuk kemulutnya, sebuah ketukan terdengar di pintu. Sesaat kemudian,
seorang ibu-ibu masuk kedalam UKS. Marlin menduga, itu pasti salah satu guru di
sekolah ini.
“Pak Mardian,
sekarang jam bapak untuk memberikan materi bahasa Indonesia di kelas XII A.
biar saya yang meggantikan bapak mengurusi anak ini.” Itulah kata-kata tanpa
aba-aba yang keluar dari mulut yang bersangkutan.
Cowok itu di
panggil bapak? Memberikan materi Bahasa Indonesia? Berarti dia guru? Sejenak
kemudian Marlin memperhatikan cowok itu dari atas kebawah. Kali ini Marlin baru
sadar kalau cowok itu memang menggunakan baju putih, tapi dengan celana hitam,
bukan celana seragam abu-abu seperti yang seharusnya di pakai para siswa.
Menghadapi kenyataan itu, Marlin pingsan dengan suksesnya untuk kedua kalinya
pagi ini.